Tak Elok ada Saudara Menteri Bisnis PCR!

Tak Elok ada Saudara Menteri Bisnis PCR!

Ketua Koordinator BUMN Watch Naldy Nazar Haroen SH | Fot: Ist

KEPRIBETTER.COM, Jakarta – Ketua Koordinator BUMN Watch Naldy N Haroen SH MH meminta aparat penegak hukum tidak main-main dalam membongkar bisnis Polymerase Chain Reaction (PCR) yang diduga melibatkan sejumlah menteri.

“Saya meminta aparat hukum turun tangan untuk membongkar kasus ini dengan serius. Hukum harus ditegakkan secara adil,” kata Naldy kepada wartawan Sabtu 6 November 2021.

Dia lantas mengomentari pernyataan staf khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga yang menyebut Yayasan Adaro Bangun Negeri yang dipimpin Boy Sadikin (kakak Erick Thohir) memang memiliki saham sebesar 6 persen di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Pengakuan Arya, hingga saat ini PT GSI hanya menyediakan sekitar 2,5 persen dari total tes PCR di Indonesia yang sudah mencapai 28,4 juta.

“Pernyataan Arya adalah semacam pengakuan bahwa Erick memang terlibat dalam masalah PCR. Soal besar kecilnya saham atau besar kecilnya suatu proyek yang dikerjakan bukanlah menandakan tidak terlibatnya seorang pejabat dalam suatu perusahaan,” tambah Naldy.

Menurutnya, masyarakat tidak akan pernah tahu apa argument yang dilakukan perusahaan di balik bisnis itu.

“Yang jelas Erick sebagai menteri atau pejabat pemerintah dan sebagai regulator yang membuat regulasi tidak boleh terlibat sebagai operator baik lansung atau tidak langsung,” ungkap Naldy.

Lebih lanjut Naldy menjelaskan, alangkah naifnya jika ada keluarga pejabat atau menteri yang terlibat dalam bisnis PCR.

“Apalagi yang terlibat di perusahaan itu adalah saudara kandungnya sendiri. Tetap saja namanya KKN,” ucap Naldy.

Lebih lanjut dikatakannya Naldy, jadi pernyataan Arya tersebut sudah cukup sebagai bukti keterlibatan Erick dalam kasus PCR ini.

“Sudah cukup bagi presiden untuk memberhentikan Erick. Tidak usah orang-orang sekeliling Erick melakukan pembelaan lagi,” lanjutnya.

Naldy menegaskan, saat ini masyarakat Indonesia tidak bodoh. Persoalan Erick tidak mengurus yayasan Adaro lagi itu lain masalah.

“Yang jelas ada saudaranya yang terlibat disitu (bisnis PCR),” tegas Naldy.

Naldy pun mengumpamakan, apabila ada anak, saudara atau kerabat presiden Jokowi berbisnis sudah pasti masyarakat mengaitkan juga dengan jabatan yang di embannya.

Hal ini sama saja dengan yang dialami Erick Thohir. Dia belum tentu terbukti terlibat dalam hal ini. Namun ada saudara kandungnya yang main bisnis PCR ini.

“Itulah hukum masyarakat, tapi Alhamdulillah sampai saat ini presiden Jokowi tidak pernah kita mendengar adanya keterlibatan keluarganya yang  terlibat dengan bisnis di pemerintahan,” tambahnya.

Dirinya menyebut, seharusnya menteri yang terlibat bisnis PCR baik langsung maupun tidak punya rasa malu.

“Seharusnya menteri punya rasa malu yang tinggi. Dan dia sebaiknya mengundurkan diri. Atau dipecat oleh presiden Jokowi,” pungkas Naldy Nazar Haroen.

Sebelumya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menampik Erick terlibat dalam bisnis tes PCR.

Menurut Arya, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), perusahaan penyedia tes Covid-19 yang dikaitkan dengan Erick hingga saat ini hanya melakukan 700.000 tes PCR. Angka itu hanya sekitar 2,5 persen dari total tes PCR di Indonesia yang sudah mencapai 28,4 juta.

“Jadi kalau dikatakan bermain, kan lucu ya, 2,5 persen gitu. Kalau mencapai 30 persen atau 50 persen itu oke lah bisa dikatakan bahwa GSI ini ada bermain-main. Tapi hanya 2,5 persen,” ujar Arya kepada media.

Selain itu, sebagian saham GSI memang dipegang oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri sebesar 6 persen. Adapun Yayasan Adaro Bangun Negeri berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (Adaro), perusahaan yang dipimpin oleh Boy Thohir, saudara Erick Thohir.

“Yayasan kemanusiaan Adaronya hanya 6 persen (kepemilikan saham). Jadi bisa dikatakan yayasan kemanusiaan Adaro ini sangat minim berperan di tes PCR,” kata dia.

Arya menyebut, jika Erick sendiri sudah tidak aktif di Yayasan Adaro Bangun Negeri sejak diangkat menjadi Menteri BUMN.

Pemerintah Provinsi Kepri