CIC Minta Kapolri Tangkap para Mafia BBM

CIC Minta Kapolri Tangkap para Mafia BBM

Ketua Umum CIC, Raden Bambang SS. (Foto: Dok Pribadi)


KEPRIBETTER.COM, JAKARTA – Enam bulan terakhir, Corruption Investigation Commiittee (CIC) tak henti-hentinya memantau dan menginvestigasi siapapun yang membuat Indonesia tak berhenti impor minyak. CIC mengklaim sudah tahu siapa saja oknum yang ada di belakang Mafia impor tersebut.

DPP CIC menilai, di balik impor 800 ribu barel sehari minyak mentah dan BBM, ada pihak-pihak yang mengeruk untung besar. Ini juga salah satu sebab RI susah bangun kilang dalam 30 tahun terakhir.

“Sudah ketemu siapa yang seneng impor sudah mengerti. CIC ingatkan bolak balik kamu mafia BBM hati-hati, CIC ikuti kamu, jangan halangi orang ingin membikin batu bara jadi gas. Gara gara kamu senang impor gas,karena kamu mafia BBM sudah lama menikmati ini,” kata Ketua Umum CIC, Raden Bambang SS kepada awak media di Jakarta, Selasa (12/04/2022).

Hasil dari investigasi yang dilakukan CIC,mengungkap tim CIC menemukan bahwa para mafia pemburu rente impor minyak ini memperoleh US$ 2-3 barel per hari.

“Mereka berburu rente pada impor crude oil dan BBM, sehari peroleh US$ 2 sampai US$ 3 barel per hari,”ujar Ketua Umum CIC.

Jika dihitung, sehari Indonesia mengimpor sebanyak 800 ribu barel berupa produk BBM dan minyak mentah. Artinya, mafia-mafia itu mendapatkan sekitar US$ 2,4 juta sehari atau setara dengan Rp 33,6 miliar per hari dari impor minyak Indonesia. Adapun dalam sebulan keuntungannya mencapai sekitar Rp 1 triliun.

R.Bambang.SS menjelaskan, perburuan rente ini dilakukan melalui bidding dan blending, yang dilakukan oleh Petral di Singapura saat itu.

“Memang bidding Petral dilakukan secara on line. Tetapi anehnya, beberapa NOC pemenang bidding dari negara bukan penghasil Minyak, antara lain: Italia, Vietnam, dan Maldives,” jela Ketua Umum CIC R.Bambang.SS.

NOC atau perusahaan migas nasional itu hanya digunakan sebagai bendera untuk memasok minyak impor ke Petral, yang pemasok sebenarnya perusahaan trading yang beroperasi di Singapura milik warga negara Indonesia.

Bahkan belum lama ini ada oknum pejabat migas melaku pertemuan dengan seorang pengusaha minyak yang akan menambah Quota di Sultan Hotel.

Tim investigasi CIC juga pernah mengungkap soal kontrak minyak yang didapatkan para mafia ini selama 2012 hingga 2014 lalu. Dalam 3 tahun, jaringan mafia migas ini menguasai kontrak jual beli minyak senilai US$ 18 miliar atau setara Rp 250 triliun.

Ketua Umum CIC R.Bambang.SS mengatakan,” CIC akan terus memberantas para penyuka impor migas, menyinggung soal masih ramainya impor minyak dan LPG. “Ada yang senang impor tapi tidak mau diganggu impornya. Baik itu minyak maupun LPG. Ini yang akan saya ganggu,
“ungkap R.Bambang.SS.

Kata Mafia migas sendiri mulai naik daun begitu Jokowi dilantik menjadi Presiden pada 2014 lalu. Lewat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pada saat itu, pemerintah membentuk Tim Tata Kelola dan Reformasi Migas yang digawangi oleh ekonom Faisal Basri.

CIC menilai,Sejumlah pakar dan profesional bekerja di tim tersebut, lalu pelan-pelan menguak soal praktik mafia migas di tubuh BUMN terbesar RI yakni PT Pertamina (Persero). Sumber kekacauan, saat itu menurut Faisal, ada di anak usaha Pertamina yang bergerak di jual beli impor minyak yakni Petral.

Untuk itu CIC meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang.

Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya.

Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas.

“Kapolri segera tindak tegas dan hukum para mafia yang ada di “Balik Seragam” pertamina, sesuai instruksi Presiden Jokowi,”pungkasnya.

Berdasarkan temuan lembaga CIC, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.

Redaksi








Pemerintah Provinsi Kepri