Cara Cerdik Tentara Membuat Makanan di Medan Perang

Cara Cerdik Tentara Membuat Makanan di Medan Perang

KEPRIBETTER.COM – Ketika tentara berangkat ke medan perang, mereka membawa keajaiban kecil perekayasaan. Dan kita tak cuma bicara tentang senjata. Beberapa riset yang sangat teknis dan progresif telah diterapkan pada ransum tentara.

Makanan tersebut harus ringan dan mudah dibawa, tetap bisa dimakan setelah berminggu-minggu di bawah terik matahari, menyediakan kalori dalam jumlah besar yang dibutuhkan pasukan di lapangan (lebih dari 4.000 per hari), dan, tentu saja, tidak membutuhkan biaya besar. Persyaratan ini telah membuahkan trik-trik cerdik yang bahkan telah digunakan pada makanan di daftar belanjaan Anda.

Salah satu barang paling menarik dalam ransum tentara, dari perspektif inovasi, adalah roti, kata Anactacia Marx de Salcedo, pengarang buku “Combat-Ready Kitchen” (Dapur Siap Tempur).

Roti yang baru dipanggang mulai menjadi basi pada saat keluar dari oven, karena benang-benang ragi yang disebut amilosa menyebar ke seluruh strukturnya dan mulai mengeras. Amilosa dapat diuraikan oleh enzim bernama amilase, namun enzim ini rusak oleh panas ketika roti dipanggang. Karena itu umumnya roti Prancis (baguette) menjadi keras dan sulit dikunyah setelah beberapa hari.

Namun pada pertengahan abad ke-20, ilmuwan di Kansas State College yang memiliki koneksi dengan militer AS menemukan bahwa menambahkan amilase yang tahan terhadap panas mengubah semua itu. Enzim ini, yang berasal dari bakteri toleran-panas, terus mengurai amilosa setelah roti dipanggang, membuatnya sangat lunak dan memberinya masa simpan yang panjang.

Roti yang diberi perlakuan ini akhirnya disertakan dalam ransum militer. “Saya tak bisa mengatakan rasanya enak,” kata Salcedo sambil tertawa, “tapi cara ini ampuh.”

Mungkin mengejutkan Anda, roti serupa juga dijual di toko bahan pangan Anda. Hampir semua roti di toko bahan makanan sekarang ini memiliki amilase bakterial yang menjaganya tetap kenyal dalam jangka panjang, karena industri swasta telah mengkomersialkan penemuan para ilmuwan.

Riset militer juga berada di balik bingkisan ragi aktif kering, kata Salcedo. Sebelum penelitian tersebut, yang berfokus pada cara mengawetkan ragi dalam kondisi ‘mati suri’ sehingga bisa dikirim ke seluruh dunia, si fungi dijual dalam bentuk kue dingin yang harus digunakan dalam 10 hari.

Hal menarik lainnya dalam kimiawi ransum tentara melibatkan konsep yang disebut aktivitas air. Makanan lembap adalah tempat yang lebih ‘bersahabat’ bagi bakteri dan cendawan daripada makanan kering. Tapi faktor yang sebenarnya memengaruhi masa simpan bukanlah kandungan air absolut pada makanan, melainkan jumlah molekul air yang mengambang tanpa terikat pada apapun.

Merekalah yang bisa menjadi masalah bagi ketahanan makanan, menyebabkan pembusukan. Tapi ternyata makanan tidak perlu dikeringkan sampai tahap mumifikasi supaya bisa bertahan – yang dibutuhkan hanya penurunan aktivitas air, sebutan bagi kualitas ini, sampai ke rentang tertentu.

Militer AS dan NASA membantu mendanai penelitian awal di pertengahan abad ke-20 untuk memanipulasi aktivitas air demi menjaga makanan tetap segar untuk waktu lama, kata Salcedo. “Ini memungkinkan para ilmuwan untuk menciptakan makanan yang tampak lembap namun berbahaya bagi mikroba.”

Tambahan garam dan gula pada makanan dapat mengikat molekul air tanpa membuat makanan terlihat kering. Lebih lanjut, menyimpan biskuit renyah dan keju lembap bersama-sama dalam satu kantung selama bertahun-tahun, tanpa si biskuit kehilangan kerenyahannya atau si keju mengering, dimungkinkan selama mereka memiliki aktivitas air yang sama.

Pada kasus itu, “air tak akan berpindah-pindah di antara keduanya,” tutur Salcedo. Ini teknik yang diterapkan pada ransum lapangan, juga makanan konsumen.

Belakangan ini, kata Salcedo, ada inovasi militer lainnya yang mulai bisa kita rasakan: memasak makanan dengan tekanan tinggi, alih-alih menggunakan panas.

Di bawah tekanan tinggi, sel mikroorganisme pecah, dan makanan menjadi steril. Proses ini menghasilkan potongan daging bebas pengawet, guacamole kemasan yang tetap hijau dalam bungkusnya, dan jus dalam botol yang tetap terasa segar (proses ini terkadang disebut pasteurisasi dingin).

Ketika berjalan di lorong supermarket, Anda akan menemukan banyak makanan kemasan yang berakar dari teknik saintifik yang dikembangkan untuk tujuan lain – dan bukan hanya dari era modern.

Bahkan kaleng yang sederhana pun punya asal-usul militer. Saat peperangan Napoleon, pemerintah Prancis mencari cara untuk mengawetkan makanan untuk jangka panjang bagi para pasukannya; dan pengalengan pun lahir, meski saat itu mereka menggunakan gelas yang disegel. Memang aneh bahwa proses ini bisa menyebar dari medan perang ke supermarket, namun dampaknya begitu penting.

“Jika saya mengambil semua barang jenis ini,” kata Salcedo, “supermarket mungkin akan kosong separuhnya.”

(Sumber : www.bbc.com)

Pemerintah Provinsi Kepri